Sabtu, 03 Maret 2012

Suku Kaili



Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun tersebar mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung Raranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo-Una Una dan Kabupaten Poso. Masyarakat suku Kaili mendiami kampung/desa di Teluk Tomini yaitu Tinombo,Moutong,Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una, sedang di Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso.[rujukan?]
Untuk menyatakan "orang Kaili" disebut dalam bahasa Kaili dengan menggunakan prefix "To" yaitu To Kaili.
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata Kaili, salah satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku Kaili ini berasal dari nama pohon dan buah Kaili yang umumnya tumbuh di hutan-hutan dikawasan daerah ini, terutama di tepi Sungai Palu dan Teluk Palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk Palu letaknya menjorok l.k. 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung Bangga. Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke Bangga banyak ditemukan karang dan rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang airnya pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut pada saat air laut surut.
Menurut cerita (tutura), dahulu kala, di tepi pantai dekat Kampung Bangga tumbuh sebatang pohon kaili yang tumbuh menjulang tinggi. Pohon ini menjadi arah atau panduan bagi pelaut atau nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju pelabuhan pada saat itu, Bangga.

Bahasa

Suku Kaili mengenal lebih dari dua puluh bahasa yang masih hidup dan dipergunakan dalam percakapan sehari-hari. Uniknya, di antara kampung yang hanya berjarak 2 km kita bisa menemukan bahasa yg berbeda satu dengan lainnya. Namun demikian, suku Kaili memiliki lingua franca, yang dikenal sebagai bahasa Ledo. Kata "Ledo" ini berarti "tidak". Bahasa Ledo ini dapat digunakan berkomunikasi dengan bahasa-bahasa Kaili lainnya. Bahasa Ledo yang asli (belum dipengaruhi bahasa para pendatang) masih ditemukan di sekitar Raranggonau dan Tompu. Sementara, bahasa Ledo yang dipakai di daerah kota Palu, Biromaru, dan sekitarnya sudah terasimilasi dan terkontaminasi dengan beberapa bahasa para pendatang terutama bahasa Bugis dan bahasa Melayu.
Bahasa-bahasa yang masih dipergunakan dalam percakapan sehari-hari, yaitu bahasa Tara (Talise,Lasoani,Kavatuna dan Parigi), bahasa Rai (Tavaili sampai ke Tompe), bahasa Doi (Pantoloan dan Kayumalue); bahasa Unde (Ganti,Banawa,Loli,Dalaka, Limboro,Tovale dan Kabonga), bahasa Ado (Sibalaya, Sibovi,Pandere, bahasa Edo (Pakuli,Tuva), bahasa Ija (Bora, Vatunonju), bahsa Da'a (Jono'oge), bahasa Moma (Kulavi), dan bahasa Bare'e (Tojo, Unauna dan Poso). Semua kata dasar bahasa tersebut berarti "tidak".

Kehidupan

Mata pencaharian utama masyarakat Kili adalah bercocok tanam disawah,diladang dan menanam kelapa. Disamping itu masyarakat suku Kaili yang tinggal didataran tinggi mereka juga mengambil hasil bumi dihutan seperti rotan,damar dan kemiri, dan beternak. Sedang masyarakat suku Kaili yang dipesisir pantai disamping bertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai nelayan dan berdagang antar pulau ke kalimantan.
Makanan asli suku Kaili pada umumnya adalah nasi, karena sebagian besar tanah dataran dilembah Palu, Parigi sampai ke Poso merupakan daerah persawahan. Kadang pada musim paceklik masyarakat menanam jagung, sehingga sering juga mereka memakan nasi dari beras jagung (campuran beras dan jagung giling).
Alat pertanian suku Kaili diantaranya : pajeko (bajak), salaga (sisir), pomanggi (cangkul), pandoli(linggis), Taono(parang); alat penangkap ikan diantaranya: panambe, meka, rompo, jala dan tagau.

Budaya

Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara, Suku Kaili juga mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat.
Penyelenggaraan upacara adat biasanya dilaksanakan pada saat pesta perkawinan (no-Rano, no-Raego, kesenian berpantun muda/i),pada upacara kematian (no-Vaino,menuturkan kebaikan orang yg meninggal), pada upacara panen (no-Vunja, penyerahan sesaji kepada Dewa Kesuburan), dan upacara penyembuhan penyakit (no-Balia, memasukkan ruh untuk mengobati orang yg sakit); pada masa sebelum masuknya agama Islam dan Kristen, upacara-upacara adat seperti ini masih dilakuan dengan mantera-mantera yang mengandung animisme.
Setelah masuknya agama Islam dan Kristen, pesta perkawinan dan kematian sudah disesuaikan antara upacara adat setempat dengan upacara menurut agama penganutnya. Demikian juga upacara yang mengikuti ajaran Islam seperti: Khitan (Posuna), Khatam (Popatama) dan gunting rambut bayi usia 40 hari (Niore ritoya), penyelenggaraannya berdasarkan ajaran agama Islam.
Beberapa instrumen musik yang dikenal dalam kesenian suku Kaili antara lain : Kakula (disebut juga gulintang,sejenis gamelan pentatonis),Lalove (serunai), nggeso-nggeso (rebab berdawai dua), gimba (gendang), gamba-gamba (gamelan datar/kecil), goo(gong), suli (suling).
Salahsatu kerajinan masyarakat suku Kaili adalah menenun sarung. Ini merupakan kegiatan para wanita didaerah Wani,Tavaili, Palu, Tipo dan Donggala. Sarung tenun ini dalam bahasa Kaili disebut Buya Sabetetapi oleh masyarakat umum sekarang dikenal dengan Sarung Donggala. Jenis Buya Sabe inipun mempunyai nama-nama tersendiri berdasarkan motif tenunannya, seperti Bomba, Subi atau Kumbaja. Demikian juga sebutan warna sarung Donggala didasarkan pada warna alam,seperti warna Sesempalola / kembang terong (ungu), Lei-Kangaro/merah betet (merah-jingga), Lei-pompanga (merah ludah sirih).
Didaerah Kulawi masih ditemukan adanya pembuatan bahan pakaian yang diproses dari kulit kayu yang disebut Katevu. Pakaian dari kulit Kayu Katevu ini sebagian besar dipakai oleh para wanita dalam bentuk rok dan baju adat.
Sebelum masuknya agama ke Tanah Kaili, masyarakat suku Kaili masih menganut animisme, pemujaan kepada roh nenek moyang dan dewa sang Pencipta (Tomanuru), dewa Kesuburan (Buke/Buriro)dan dewa Penyembuhan (Tampilangi). Agama Islam masuk ke Tanah kaili, setelah datangnya seorang Ulama Islam, keturunan Datuk/Raja yang berasal dari Minangkabau bernama Abdul Raqi. Ia beserta pengikutnya datang ke Tanah Kaili setelah bertahun-tahun bermukim belajar agama di Mekkah. Di Tanah kaili, Abdul Raqi dikenal dengan nama Dato Karama (Datuk Keramat), karena masyarakat sering melihat kemampuan beliau yang berada diluar kemampuan manusia pada umumnya. Makam Dato Karama sekarang merupakan salah satu cagar budaya yang dibawah pengawasan Pemerinta Daerah.
Hubungan kekerabatan masyarakat suku Kaili sangat nampak kerjasama pada kegiatan-kegiatan pesta adat, kematian, perkawinan dan kegiatan bertani yang disebut SINTUVU (kebersamaan/gotong royong).

Pemerintahan

Pemerintahan pada masa dahulu, sudah dikenal adanya struktur organisasi pemerintahan di dalam suatu Kerajaan (KAGAUA) dikenal adanya MAGAU (Raja), MADIKA MALOLO (Raja Muda). Didalam penyelenggaraan pemerintahan Magau dibantu oleh LIBU NU MARADIKA (Dewan Pemerintahan Kerajaan) yang terdiri dari: MADIKA MATUA (Ketua Dewan Kerajaan/Perdana Menteri) bersama PUNGGAWA (Pengawas Pelaksana Adat/ Urusan Dalam Negeri), GALARA (Hakim Adat), PABICARA (Juru Bicara), TADULAKO (Urusan Keamanan/ Panglima Perang) dan SABANDARA (Bendahara dan Urusan Pelabuhan).
Disamping dewan Libu nu Maradika, juga ada LIBU NTO DEYA (Dewan Permusyawaratan Rakyat) yang merupakan perwakilan Rakyat berbentuk KOTA PITUNGGOTA (Dewan yg Mewakili Tujuh Penjuru Wilayah) atau KOTA PATANGGOTA (Dewan yg Mewakili Empat Penjuru Wilayah). Bentuk Kota Pitunggota atau Kota Patanggota berdasarkan luasnya wilayah kerajaan yang memiliki banyaknya perwakilan Soki (kampung)dari beberapa penjuru. Ketua Kota Pitunggota atau Kota Patanggota disebut BALIGAU.
Strata sosial masyarakat Kaili dahulu mengenal adanya beberapa tingkatan yaitu MADIKA/MARADIKA, (golongan keturunan raja atau bangsawan),TOTUA NUNGATA (golongan keturunan tokoh-tokoh masyarakat), TO DEA (golongan masyarakat biasa), dan BATUA (golongan hamba/budak).
Pada zaman sebelum penjajahan Belanda, daerah Tanah Kaili mempunyai beberapa raja-raja yang masing2 menguasai daerah kekuasaanya, seperti Banawa, Palu, Tavaili, Parigi, Sigi dan Kulavi. Raja-raja tersebut mempunyai pertalian kekeluargaan serta tali perkawinan antara satu dengan lainnya, dengan maksud untuk mencegah pertempuran antara satu dengan lainnya serta mempererat kekerabatan.
Pada saat Belanda masuk kedaerah Tanah Kaili, Belanda mencoba mengadu domba antara raja yang satu dengan raja lainnya agar mempermudah Belanda menguasai seluruh daerah kerajaan di Tanah kaili. Tetapi sebagian besar daripada raja-raja tersebut melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda, mereka bertempur dan tidak bersedia dijajah Belanda. Tetapi dengan kelicikan Belanda setelah mendapat bala bantuan dari Jawa akhirnya beberapa raja berhasil ditaklukan, bahkan ada diantaranya yang ditangkap dan ditawan oleh Belanda kemudian dibuang ke Pulau Jawa.
Beberapa alat senjata perang yang digunakan oleh suku Kaili diantaranya : Guma (sejenis parang), Pasatimpo (sejenis keris), Toko (tombak), Kanjai (tombak trisula), Kaliavo (perisai). --180.251.147.61 26 Desember 2011 06.39 (UTC)

Rusak, Jalur Trans Sulawesi Ditutup Sepekan


Jalur Trans Sulawesi yang menghubungkan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, di desa Mayoa Kecamatan Pamona Selatan Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah dinyatakan ditutup selama sepekan sejak Jumat (2/3/2012).

Kapolsek Pamona Selatan Iptu Piter Pasepe menjelaskan, penutupan Jalur Trans Sulawesi itu terpaksa dilakukan menyusul kondisi jalan yang memang sudah tidak dapat dilalui kendaraan.

Menurut Pihak Kepolisian, kondisi Jalan Trans Sulawesi di lokasi itu semakin memburuk karena longsoran tanah serta tingginya curah hujan yang membuat kondisi jalan terus berlumpur. “Jembatan darurat berupa jembatan belly yang di pasang di tempat itupun telah terbawa air,” kata Piter saat dihubungi wartawan.

Hasil koordinasi antara pihak Kepolisian dan dinas PU Provinsi Sulawesi Tengah memperkirakan akan dibutuhkan waktu selama sepekan untuk perbaikan total jalan yang putus dan praktis selama itu pula jalan trans Sulawesi tidak dapat dilalui. "Informasi dari dinas PU Provinsi akan dibutuhkan waktu selama sepekan untuk memperbaikan kerusakan jalan" ujar Piter.

Sementara itu untuk menghindari penumpukan kendaraan, diharapkan para pengguna jalan baik dari arah Palu, Poso maupun dari Makassar Sulawesi Selatan untuk menunda perjalanan sampai perbaikan jalan selesai dilakukan atau mencari alternatif jalan lain.

Hingga Jumat malam sekira pukul 21.30 WITA antrian kendaraan dari kedua arah sudah mencapai lebih dari 1 kilometer. Antrian kendaraan itu diperkirakan akan terus bertambah bila arus kendaraan dari arah Makassar maupun Poso tidak dihentikan untuk mencegah pengguna jalan terjebak di wilayah jalan yang longsor.

Liga Mahasiswa NasDem Sulteng Tolak Kenaikan BBM


Metrotvnews.com, Palu: Komite Wilayah Liga Mahasiswa Nasional Demokrat Sulawesi Tengah, Jumat (2/3) kemarin, mendatangi Kantor DPRD Sulawesi Tengah. Mereka menuntut agar DPRD dan Pemda menolak kenaikan harga bahan bakar minyak.

Para pengunjuk rasa melakukan longmars dari Kantor DPW Partai NasDem di Jalan Katamso menuju Kantor DPRD di Jalan Sam Ratulangi, Palu Timur. Para pengunjuk rasa menilai, kenaikan harga BBM bentuk pengkhianatan terhadap rakyat, karena kenaikan dengan dalih pengurangan subsidi menunjukkan perekonomian Indonesia terperangkap sistem neo-liberalisme.

Selain itu, pengujuk rasa juga menuntut renegosiasi kontrak karya pertambangan dan pengembalian negara, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Anggota Komisi I DPRD Sulawesi Tengah Ridwan Djalid Jama yang menemui pengunjuk rasa, berjanji menyampaikan aspirasi pengunjuk rasa kepada pemerintah pusat.(RIZ)

Jumat, 02 Maret 2012

Taman Lore Rindu, Wisata Andalan Kota Palu



Headline


INILAH.COM, Jakarta - Bagi Anda yang sedang berada di kota Palu, tak ada salahnya mengunjungi Taman Nasional Lore Ronde yang menjadi wisata andalan provinsi Sulawesi Tengah.

Taman Nasional Lore Rindu adalah salah satu objek wisata perlindungan hayati yang menjadi andalan Sulawesi Tengah tepatnya terletak di Kabupaten Donggala, sebelah barat kota Poso.

Banyak keanekaragaman flora dan fauna yang hanya bisa dijumpai di Sulawesi. Panorama alamnya menarik karena terletak di garis Wallacea yang merupakan wilayah peralihan antara zona Asia dan Australia.

Kawasan taman merupakan rumah bagi mamalia asli terbesar di Sulawesi, misalnya anoa, babi rusa, rusa, kera hantu, kera kakaktonkea, kuskus marsupial dan binatang pemakan daging bernama Civet. Pengunjung bisa melihat lima jenis bajing dan 31 dari 38 jenis tikus yang ada.

Taman ini juga dihuni oleh 55 jenis kelelawar dan lebih dari 230 jenis burung seperti Maleo, enggang atau rangkong atau burung Allo. Tak jarang pengunjung bisa menemukan ribuan serangga cantik dengan bentuk unik.


Misalnya kupu-kupu yang memiliki warna mencolok yang berterbangan di kawasan jalan setapak atau sekitar aliran sungai.

Tak hanya sebagai objek wisata, taman ini juga menjadi tempat tinggal para penduduk asli. Pada pelaksanaan acara adat mereka menggunakan pakaian adat mereka penuh warna.

Keunikan dari taman ini adalah keberadaan benda-benda hasil buatan manusia pra-sejarah dari zaman megalit yang sudah ada di sini dari sejak ribuan tahun silam. Beberapa di antaranya terdapat di Lembah Bada, Besoa dan Napu. [mor]

Air Terjun Likunggavali - Parigi Moutong






Air Terjun Bertingkat Likunggavali adalah air terjun bertingkat-tingkat.  Tingkat tertinggi sekitar 40 m dan memiliki goa.  Goa ini banyak dipenuhi sarang burung terutama walet.

Air terjun ini dekat laut menghadap ke teluk Tomini. Likunggavali merupakan sebuah kawasan pegunungan, alamnya yang asri dan sejuk dengan sungai yang mengalir dari celah-celah bebatuan yang berbentuk lingkaran wajan sehingga  disebut air terjun Likunggavali.
Tebing Likunggavali merupakan dinding batu yang sangat mengagumkan, menjadi tempat wisata yang menantang dengan ketinggian ± 100 meter, berdiri kokoh ditepi sungai, menawarkan beragam petualangan bagi mereka yang gemar dengan olah raga wall climbing. Tebing batu ini menjadi tempat yang sangat representatif bagi kegiatan panjat tebing  dan sejenisnya.
Jika anda dari Palu, anda akan menempuh perjalanan dengn kederaan roda bermotor, dalam waktu kurang lebih satu setengah jam saja. Setelah melintasi lika liku jalan poros kebun kopi, anda akan tiba di persimpangan jalan Desa Toboli. Di sana, anda harus memilih arah utara. 

Dengan suguhan pemandangan pantai teluk tomini di sisi kanan jalan. Maka kurang lebih 15 menit anda akan tiba di desa Marantale.

Dari poros jalan trans sulawesi desa Marantale, jaraknya hanya berkisar 400 meter saja kearah barat. Melangkah kurang lebih 5 menit dengan kondisi jalan sedikit mendaki anda akan sampai di lokasi. Namun jika tak ingin kecapean, perjalanan juga bisa ditempuh dengan kenderaan bermotor. Perjalanan singkat itu akan melewati pohon-pohon kelapa warga, yang sudah berumur puluhan tahun.

Setelah perjalanan singkat itu, anda akan disambut sebuah sungai kecil dengan air jernih dan bebatuan yang terhampar di permukaan sungai. Melalui batu-batu itu, anda bisa saja sedikit berolah raga dengan cara melompat dari batu satu ke batu yang lain, untuk menyebrangi sungai.

Dari situlah anda bisa melayangkan pandangan ke arah utara, dan seketika mata anda akan disuguhkan gugusan batu yang membentuk tebing. Nah, itulah tebing alam Likunggavali yang begitu menantang bagi para penggiat olah raga alam bebas, seperti panjat tebing.

Jika anda adalah seorang pemanjat tebing, maka sudah pasti adrenalin anda akan terpacu dan perasaan penasaran pun akan meluap. Naluri pemanjat anda pun akan teruji dengan cadansya bebatuan granit setinggi kurang lebih 80 meter itu.
Dibagian bawah tebing, melintas sebuah sungai kecil dengan air yang cukup jernih dan bisa dijadikan tempat beristirahat, untuk melepas lelah setelah beberapa menit berjalan. 

Tebing yang tak asing lagi bagi para atlit panjat Sulawesi Tengah tersebut, tersusun atas gugusan-gugusan batu granit. Sehingga untuk dijadikan arena panjat tebing, lokasi ini sangat representatif.

Hingga saat ini, sudah ada 12 jalur pemnjatan yang telah dibuat oleh para pemanjat lokal maupun kelas dunia.

Sudirman, salah seorang pemanjat asal Parigi mengatakan, ia sudah mengenal tebing alam Likunggavali sejak pertama kali tebing itu dibuka. Pengalaman panjatnya di tebing alam pun dimualinya di tebing tersebut.

“Dulu, kalau tidak salah tahun 2000, kami coba bersama teman-teman untuk membuka tebing itu. Pertama kali kami masih gunakan tali tambang biasa, yang digunakan orang untuk menarik bantalan atau untuk menebang pohon. Kita mulai manjat dari belakang tebing, kemudian kita tambatkan tali di batang pohon, dan menjatuhkannya. Dengan menggunakan tali itulah kami memulai pembukaan jalur,” jelas sudirman Sudirman mengisahkan.

Sementara untuk lokasi perkemahan, ada sekitar kurang lebih 30 meter persegi, tanah datar dipinggir sungai. Dibawah rerimbunan tanaman kakao warga, sering kali para pengunjung mendirikan tenda untuk nginap, semalam atau hingga berhari-hari, tergantung perencanaan saja. 

Melihat tebing alam Likunggavali yang begitu berpotensi, pemerintah daerah Kabupaten Parigi Moutong pun tertarik untuk pengembangannya. 

Sebagai salah satu objek wisata yang dikembangkan oleh Dinas Pariwisata Pemkab Parigi Moutong, sejak 2008 silam, Dinas Pariwisata membangun sebuah baruga, untuk tempat peristirahatan. Sehingga bagi pengunjung yang ingin bermalam, namun tak mempunyai alat camping yang memadai, bisa menggunakan baruga tersebut untuk tempat bermalam.
Untuk lebih strategis dan penuh pertimbangan estetika, baruga dengan ukuran delapan kali enam meter itu, dibangun di teras sebuah bukit, yang persis berhadapan dengan teras tebing.

Dari baruga tersebut, para pemanjat dapat dilihat dengan mata telanjang, meskipun sedikit kurang jelas. Namun jika anda menggunakan teropong, anda bisa melihatnya menyaksikan aksi menantang para pemanjat dengan jelas, sambil memperhatikan kountur-kountur batu yang siap menantang para pemanjat.

Selain tebing alam, anda juga dapat menikmati suasana asri di air terjun, yang terletak tak begitu jauh dari lokasi tebing. Hanya kurang lebih 1 menit dengan perjalanan sedikit menanjak, anda akan sampai pada sejatinya nama lokasi itu, yakni Likunggavali. Dalam bahasa setempat, likunggavali berarti kubangan batu yang menampung air dan menyerupai wajan. Jadi, bentuknya itu seperti kolam kecil, yang bisa memanjakan satu hingga empat orang yang mandi sambil berendam.

Pada tahun 2008 silam, pernah dilaksanakan sebuah pesta panjat dengan menghadirkan pemanjat nasional dari berbagai daerah. Oleh kelompok mahasiswa pecinta alam asal Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako (Untad) dan Pemda Parigi Moutong, para pemanjat diberi kesempatan untuk membuka jalur pemanjatan baru dan menikmati tantangan tebing alam tersebut.

Nah, jika anda adalah seorang petualang, yang punya hobi dengan kegiatan-kegian alam bebas menantang, maka wisata tebing alam Likunggavali Marantale bisa menjadi salah satu alternatif untuk menuangkan segala ekpsresi petualangan anda.
Lokasi

Terletak di Desa Marantale, Kecamatan Siniu/Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong, Propinsi Sulawesi Tengah.

Peta dan Koordinat GPS: 

Aksesbilitas

Berjarak ± 22 km dari Ibu Kota Kabupaten

  • Likunggavali terletak di Marantale, Kecamatan Ampibabo sekitar 65 km dari kota Palu. Air terjun ini bertingkat-tingkat. Tingkat tertinggi sekitar 40 m dan memiliki goa dengan beberapa bilik.
    Goa ini dipenuhi oleh sarang burung. Air terjun dekat laut dan para pengunjung dapat berenang di teluk Tomini atau melihat indahnya matahari terbit dari ufuk timur.

  • Sulteng Tawarkan Wisata Petualangan






    Sulawesi Tengah menawarkan pariwisata berbasis culture, adventure, dan nature atau CAN. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Tengah, Suaib Djafar mengatakan dari sisi culture atau kebudayaan, Sulawesi Tengah memiliki 11 kabupaten dengan masing-masing keunikan budaya.

    "Di sini ada 12 etnik atau suku. Ada keanekaragaman kesenian, pakaian, adat, makanan khas. Kita punya 22 dialek bahasa daerah," jelas Suaib kepada Kompas.com via telepon, Kamis (13/11/2011). Seperti misalnya di daerah Kulawi terdapat budaya bertutur seperti musik yang melantunkan pesan-pesan leluhur.
    "Ada nilai-nilai luhur yang menunjukan kearifan kultur sarat makna. Ada pesan-pesan leluhur pada nyanyian tersebut," ungkapnya. Sementara seni budaya menarik lainnya menurut Suaib adalah Tari Balia, penari menari di atas bara tempurung kelapa.
    Unsur adventure ada di beberapa objek wisata untuk aktivitas panjat tebing, paralayang, dan arung jeram. Di Lariang merupakan lokasi tepat untuk olahraga arung jeram. Sementara di kota Palu terdapat gunung yang biasa dipakai untuk paralayang.
    "Pra PON cabang paralayang pernah di sini, karena tempatnya memang bagus dan indah," kata Suaib.
    Di Taman Nasional Lore Lindu, wisatawan dapat melakukan aktivitas bird watching dan trekking. Di Lore juga terdapat patung megalitik yang usianya mencapai ribuan tahun.
    Sementara di sisi nature, Sulawesi Tengah menawarkan wisata bahari dengan kekayaan alam bawah laut. Togian dan Danau Poso adalah beberapa destinasi unggulan Sulawesi Tengah dengan pendekatan wisata bahari.
    Suaib menuturkan bahwa kunjungan wisatawan asing ke Sulawesi Tengah di tahun 2010 meningkat tajam sebesar 112 persen dibanding tahun sebelumnya. "Tahun 2010 ada kunjungan wisman sebesar 6.325 orang. Mereka menghasilkan sekitar Rp 29 miliar untuk devisa," jelasnya. Sementara tingkat wisatawan nusantara sebesar 1,6 juta yang datang ke Sulawesi Tengah.
    Ia mengungkapkan semenjak Festival Danau Poso 2009 yang dihadiri Menbudpar Jero Wacik, kunjungan wisman ke Sulawesi Tengah terus menaik. Hal ini terjadi karena saat itu beberapa media asing ikut serta meliput festival tersebut. Sebelumnya pihak asing memang memberlakukan travel warning untuk warga negaranya yang ingin berkunjung ke Sulawesi Tengah.
    "Saat Festival Danau Poso 2009, media asing mempromosikan kondisi Sulawesi Tengah yang sudah aman dan bisa dikunjungi," tambah Suaib.                              

    Hotel di Sulawesi Tengah Paling Ramai


    JAKARTA, KOMPAS.com -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat hunian kamar hotel berbintang tertinggi selama Januari 2012 adalah di Provinsi Sulawesi Tengah, yakni 63,73 persen. Berikutnya adalah Bali sebesar 62,01 persen dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 40,54 persen.
    Kepala BPS Suryamin, Kamis (1/3/2012) di Jakarta, menyebutkan bahwa tingkat hunian kamar hotel berbintang di 20 provinsi pada Januari 2012 rata-rata 51,27 persen atau naik 0,8 persen dibanding Januari 2011 sebesar 50,47 persen.
    Jika dibandingkan dengan tingkat hunian Desember 2011 sebesar 55,57 persen, tingkat hunian Januari 2012 turun 4,30 persen. Penurunan dari Desember ke Januari tersebut, menurut Suryamin, sudah menjadi tren tahunan. Ini disebabkan karena Desember adalah musim liburan.